SEJARAH
Desa Tersan Gede merupakan pemukiman penduduk yang sudah sangat tua. Tercatat dalam prasasti Gunung Wukir (2 km ke timur dari Tersangede) yang tertulis pada tahun 732M menyatakan bahwa daerah gunung Wukir dan sekitarnya pada waktu itu sudah terbentuk suatu masyarakat yang makmur yang menghasilkan bulir-bulir padi laksana emas, merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno dengan rajanya adalah Rakai Sanjaya. Di samping itu, di dusun Tumbreb sudah terdapat situs Megalitikum berupa patung-patung kuno yang diperkirakan merupakan karya masyarakat Jawa kuno. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini sudah mengalami kemajuan budaya sejak lama.
Adanya nama dusun bernama "Medangan" kemungkinan menunjukkan bahwa daerah ini pernah menjadi pusat kekuasaan, megingat nama medangan mungkin berasal dari kata "medang" yang berarti negara/ibu kota negara.
Pada masa kolonial Belanda, desa Tersangede menjadi salah satu daerah penting pada masa tanam paksa (cultuur stelsel). Daerah ini ditanami tebu dan memiliki jalur rel kereta lori (selatan dusun Tersan-Ketonggo-Tumbreb) yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian. Pada zaman Jepang, desa ini juga diperintahkan untuk menanam rami.
Pada masa revolusi 1945-1949, Tersan Gede merupakan daerah penting sebagai penyangga proses perjuangan, yaitu sebagai basis logistik pejuang RI. Diketahui pada tahun 1949, berulang kali terjadi penyerbuan tentara Belanda ke daerah ini, sampai gudang logistik di rumah bapak Atemo dusun Tersan dibakar tentara NICA Belanda, karena dicurigai sebagai penyedia logistik bagi para pejuang. Di desa ini juga gugur 2 pejuang yaitu Nawawi dan Saiman yang ditembak tentara Belanda ketika sedang menyingkir dari kejaran tentara NICA.